Senin, 11 Mei 2020

Ulang Kembali

Ulang Kembali



Senja pergi membawa cahaya, hangat hari tinggalah sisa, selembar gambar tentang kita, seolah menghentikan masa, mengilas balik kenangan yang pernah ada

Gelap menghampiri berlomba manusia yang akhiri hari, bahkan dalam malam aku perlukan topeng untuk menutupi, mendustakan hal yang sudah terbaca pasti

Mengutuk dunia atas kesombongan kesewenangannya, Andai boleh bertanya pada semua arwah atas semua praharanya, atas dasar apa cinta harus dibatasi aturan fana

Lahir disini, terlihat begini, di waktu ini, bukan aku yang punya kendali. Lalu mengapa mereka bertanya dan membebani, padahal Tuhan lebih berhak ditanya atas semua ini

Andai rasa itu bisa memilih tempat berlabuhnya, tentu banyak manusia yang selamat dari cobaan rasa. Tapi siksaan itu sama, entah terang atau malam, disini atau disana

Sebab engkau pergi, aku hanya bisa bertanya dalam hati. Adakah sebab tanya, kata, cela, dan delikan mata mereka? Walau aku tahu, semua akan sama jadinya, kini atau nanti

Kini langit lembayung muda, semburatnya melengkapi hiburan bagi mata. Tapi udara kurasa menghilang pekatnya, hingga aku harus menarik napas untuk mengikat asa

Kala itu aku berdiri, sementara engkau membelakangi. Kata-kata itu lirih melambai, ternyata semua hanya sampai disini. Dan mendadak kakiku jadi menarik untuk kupandangi

Termasuk sesal tak terkira, adalah aku tak mampu berucap barang sebentar saja. Bahkan aku tak tahu apakah engkau menoleh untuk teraikhir kalinya, aku tak bisa

Bukankah para pengecut diberikan nyali oleh cinta? Namun aku bagai ksatria tanpa kuda. Dan aku berharap tanah bisa benamkan sampai ke kepalaku saja

Beberapa kisah tak berakhir seperti puisi. Layaknya luka yang berdarah tak henti-henti. Tapi semua kisah akan berakhir seperti mimpi, sesederhana saat kita terbangun di pagi hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar